ARCOM-MEDIA, Bogor. Kebijakan penyegelan tempat usaha wisata alam di kawasan Puncak, Bogor, memicu reaksi keras dari warga setempat yang mengaku menjadi korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Mereka menuding Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol telah bertindak sepihak dan gagal memberikan solusi, menuntut pertanggungjawaban langsung sang menteri.
Aksi protes yang berlangsung pada Jumat, (3/09/25) dilakukan secara spontan. Puluhan warga yang kehilangan mata pencaharian nekat turun ke jalan, tepatnya di kawasan Simpang Pasir Angin, Megamendung, demi menghadang iring-iringan mobil Menteri Hanif Faisol. Menteri tersebut diketahui hendak menghadiri kegiatan seremonial penanaman pohon dan pungut sampah.
Dengan membawa spanduk dan puluhan tangkai bunga sebagai sebuah simbol ironi atas “kepedulian” lingkungan, mereka menyuarakan kekecewaan yang mendalam.
“Kami adalah karyawan dan pekerja yang menjadi korban dari penyegelan tempat usaha oleh Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol,” tegas Asep Suhandi alias Iyong, koordinator aksi demo.
Asep menjelaskan bahwa aksi ini dipicu oleh informasi kehadiran menteri yang didapat dari media sosial.
Bagi mereka, kehadiran Hanif Faisol untuk menanam pohon terkesan kontradiktif dengan nasib ribuan pekerja yang kini menganggur akibat kebijakan kementeriannya.
Para demonstran menyoroti minimnya empati dan ketidakhadiran solusi dari pemerintah atas dampak kebijakan lingkungan yang drastis ini.
“Selama ini Pemerintah tidak hadir membela kami. Kami hanya mencari nafkah. Di mana hati nurani mereka?” kecam Asep.
Menurut Asep, tindakan penyegelan yang dilakukan pemerintah hanya berfokus pada penertiban tanpa memikirkan kelangsungan hidup masyarakat lokal. Warga Puncak, selama ini telah berupaya menjaga lingkungan dan mentaati aturan.
“Kami selalu menjaga lingkungan hidup, namun kesejahteraan kami juga harus diperhatikan, tanpa keberadaan tempat usaha di Puncak, bagaimana kami bisa hidup?” kata Asep menekankan bahwa mencari nafkah dan menjaga lingkungan seharusnya dapat berjalan beriringan.
Aksi ini sekaligus menjadi ultimatum bagi sang Menteri. “Jika suara kami tidak juga didengar, maka kami akan kembali demo ke Hambalang,” ancam Asep, menunjukkan keseriusan mereka untuk terus menekan Pemerintah.
Sementara itu, rombongan Menteri LH Hanif Faisol yang menggunakan kendaraan jenis Toyota Alphard putih terlihat melintas dengan pengawalan ketat aparat kepolisian, diapit dua mobil patroli.
Pengawalan ketat tersebut seolah menjadi jarak tak terlampaui antara pembuat kebijakan dan masyarakat yang menuntut keadilan ekonomi.
Pertanyaannya, akankah Menteri Hanif Faisol membuka ruang dialog dan menawarkan solusi konkret bagi para korban PHK, ataukah kebijakan ‘hijau’ ini hanya akan menyisakan duka dan pengangguran bagi warga Puncak? (BRH)