ARCOM-MEDIA, Bandung. Abah Landoeng sang legenda hidup kelahiran Bandung 11 Juli 1926, yang pernah bertugas mengumpulkan mobil VVIP para delegasi Konperensi Asia Afrika (KAA) 1955, berkesempatan diwawancara Jurnalis asal Prancis, Frédéric Martel didampingi David Pata, Sabtu, (2/11/2024), di Ruangan Museum Konperensi Asia Afrika (MKAA), jalan Asia Afrika No.65 Kota Bandung.
Abah Landoeng saat diwawancara didampingi Executive Director ASEAN Research Center of Universitas Padjadjaran, Teuku Rezasyah, Ph.D
Abah Landoeng dan Teuku Rezasyah secara bergiliran diwawancara Frédéric Martel, seperti diketahui, Frédéric Martel dikenal sebagai jurnalis kondang yang mengampu program soft power di France Culture (Radio Nasional Prancis).
Tema wawancara menyangkut Konperensi Asia Afrika 1955 dan perannya dalam geopolitik global, serta dampaknya terhadap masyarakat Bandung.
Menurut Abah Landoeng, berdasarkan info dari Direktorat Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri Indonesia, Frédéric Martel dijadwalkan melakukan wawancara dengan Ceu Popong, Inen Rusnan, Sam Bimbo, Sarbili Sutedja, dan Prof. Wardiman Djojonegoro, “Sayangnya mereka berhalangan hadir,” ujarnya.
Abah Landoeng sebagai pensiunan guru SMP (1956-1996), dan kerap diwawancara Jurnalis dari mancanegara terkait sukses penyelengaraan KAA 1955 menjelaskan, wawancara dengan Jurnalis asal Prancis terbilang langka, “Kalau tidak salah beberapa tahun lalu pernah ada Jurnalis dari Afrika, namun yang lebih sering melakukan wawancara adalah Jurnalis dari Belanda dan Jepang, kedua Jurnalis ini hampir setiap tahun datang ke rumah saya tiap menjelang 17 Agustus” ujarnya.
Lebih lanjut Abah Landoeng mengungkapkan, Jurnalis asal Belanda dan Jepang ketika datang ke rumah menginginkan di mata generasi muda dalam hubungan dengan Indonesia tidak dianggap sebagai penjajah, tetapi hubungan dagang, “Rupanya kedua Jurnalis ini bingung juga membuat kurikulum pendidikan sejarah bagi anak-anak sekolah di Belanda dan Jepang,” ungkapnya.
Abah Landoeng menambahkan, saat HUT RI ke-10 di tahun 1955 warga Bandung, masyarakat Jawa Barat, dan rakyat Indonesia dengan sukarela bergotong royong menyelenggarakan hajatan antar bangsa, yakni Konperensi Asia Afrika.
“Semoga Dasasila Bandung, jangan dilupakan, dan saat Konperensi Asia Afrika ada 29 negara peserta dan 5 negara sponsor, hadir,” ungkap Abah Landoeng.
“Semua itu intinya Konperensi Asia Afrika di tahun 1955 adalah melawan kolonialisme, sayangnya masih ada sisa kolonialisme di Palestina, merupakan tugas kita juga agar Palestina segera dibebaskan dari zionisme,” pungkas Abah Landoeng.
Sedangkan penerjemah dari Institut Francais Indonesia (IFI) Bandung, Ricky Arnold menjelaskan, hasil wawancara antara Frédéric Martel dengan Abah Landoeng sungguh memuaskan.
“Keterangan yang dicari atau yang dituju Frédéric Martel dalam perjalanannya ke Kota Bandung ini, yakni menyingkap seputaran situasi di belakang suksesnya KAA 1955, telah tercapai,” kata Ricky Arnold, “Tunggu saja nanti hasil lengkapnya,” pungkasnya. (BRH / HS)