ARCOM-MEDIA, Bandung. Komandan Zona Brigade Rimba (ZABRA) periode 2020-2023 Tomi Djamhoer Bustomi menegaskan, pihaknya sebagai komunitas akan terus menjaga konsistensi hutan dan rimba.
Hal ini ditegaskan Tomi Djamhoer Bustomi di sela-sela Musyawarah Besar (Mubes) Anggota Zona Brigade Rimba (ZABRA), Minggu, (10/12/2023), di Manglayang Park, jalan Cigagak Cipadung Palasari, Kecamatan Cibiru Kota Bandung.
“Kami sebagai komunitas yang juga masih terus menjaga konsistensi hutan dan rimba sadar bahwa kita tidak bisa lepas dari sisi manfaat yang alam dan lingkungan berikan kepada kita,” ujar Tomi Djamhoer Bustomi.
“Kita juga mendorong, menghimbau, dan mengajak semua lapisan masyarakat untuk sama-sama menyempurnakan ikhtiar agar manfaat hutan, rimba, dan lingkungan bisa kita rasakan secara berkelanjutan,” kata Tomi Djamhoer Bustomi.
Lebih lanjut Tomi Djamhoer Bustomi mengungkapkan, tentunya saat kita mewarisi alam dari para sesepuh dalam kondisi yang sangat-sangat layak pakai, “Maka kita juga harus memikirkan bagaimana kita mewariskan alam kepada generasi yang akan datang,” ujarnya.
“Harapannya tentu alam yang diwariskan kepada kita masih dalam kondisi baik dan bisa memberi manfaat ke depan,” kata Tomi Djamhoer Bustomi.
Tomi Djamhoer Bustomi menambahkan, bisa dibayangkan kalau nanti orang tidak peduli lagi dengan lingkungan, “Kita saksikan sekarang dan kita rasakan bagaimana planet, lingkungan, hutan, sungai, dan udara kita berubah,” ujarnya.
“Hal itulah yang menjadi concern ZABRA untuk senantiasa menyuarakan dan memperjuangkan alam untuk selalu dalam kondisi yang baik, dan kita mungkin berbagi peran dalam hal ini dalam porsi apa kita sama-sama berjuang,” kata Tomi Djamhoer Bustomi.
“Teman-teman yang lain juga sama dengan pemikiran-pemikiran yang saya rasa perlu menjadi perhatian khusus dalam situasi sekarang,” ujar Tomi Djamhoer Bustomi.
Terkait komunitas ZABRA, Tomi Djamhoer Bustomi menjelaskan, ZABRA merupakan komunitas berbasis hobi, penggiat alam terbuka yang lebih berfokus pada kegiatan menempuh rimba dan memanjat tebing.
“ZABRA didirikan 1982 dan saat ini sudah di usia 41 tahun, para pendirinya berlatar belakang Mahasiswa Akademi Ilmu Kehutanan Bandung atau AIK, kalau sekarang menjadi fakultas kehutanan,” ungkap Tomi Djamhoer Bustomi, “Kita basicnya memang lebih ke sisi senang kumpul bareng dan pada akhirnya membentuk lembaga,” ujarnya.
Terkait Mubes ZABRA, Tomi Djamhoer Bustomi menjelaskan, saat ini ZABRA sedang melaksanakan Musyawarah Besar Anggota, “Kita punya satu mekanisme untuk pemilihan kepengurusan, karena pengurus lama sudah berakhir tiga tahun kepengurusannya, dan sekarang sedang mempersiapkan untuk program kerja dan kepengurusan berikutnya,” ungkapnya.
“Harapannya agenda tiga tahunan ini menjadi salah satu momen untuk bisa silaturahim karena beberapa sesepuh kita dan anggota tersebar di seluruh Indonesia,” kata Tomi Djamhoer Bustomi.
Tomi Djamhoer Bustomi mengungkapkan, karena rata-rata anggota ZABRA disiplin ilmunya di bidang kehutanan, itulah menjadi salah satu modal sosial, modal komitmen, dan teman-teman ZABRA masih terus berjuang dalam konteks bagaimana hutan dan rimba ini tetap bisa lestari.
“Karena agak berat juga menyandang nama Zona Brigade Rimba, karena bisa dibayangkan kalau sesepuh kita mengingatkan bagaimana jadinya kalau Zona Brigade Rimba pada saat rimbanya habis,” kata Tomi Djamhoer Bustomi.
“Ini yang mungkin menjadi salah satu ikatan kita untuk selalu senantiasa terus memperjuangkan masalah-masalah yang menyangkut perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi khususnya di potensi-potensi kehutanan yang ada di Pulau Jawa dan di Jawa Barat pada khususnya,” tegas Tomi Djamhoer Bustomi.
Terkait pembina ZABRA, Tomi Djamhoer Bustomi menjelaskan, pihaknya melihat satu hal yang sebetulnya menjadi legacy yakni I.G.K. Manila yang di banggakan, “I.G.K. Manila melihat kami sebagai sumber daya yang memiliki militansi, idealisme, serta kemampuan untuk swadaya yang luar biasa,” ujarnya.
Tomi Djamhoer Bustomi menambahkan, perlu diketahui selama 41 tahun ZABRA berdiri tanpa disupport oleh siapapun, “Semua bermodal pada prinsip-prinsip anggota yang selalu ingin terus memperkuat satu sama lain dengan semangat Silih Asah, Silih Asih, Silih Asuh serta ada satu doktrin yang juga mungkin menjadi satu modal moralitas kita untuk senantiasa selalu sadar, sukarela dan tanggung jawab untuk bisa menjaga eksistensi perkumpulan,” tegasnya.
Terkait keanggotaan, Tomi Djamhoer Bustomi menjelaskan, untuk menjadi anggota ZABRA, pihaknya menerapkan seleksi dan standar, “Karena bukan satu hal yang kita pungkiri bahwa rekrutmen ini menjadi salah satu faktor yang sangat membentuk karakter seseorang, di mana tempaan-tempaan yang sifatnya fisik dan mental sepenuhnya dalam kondisi yang nyata, jadi kita di bawa di simulasi dan dibawa di tempat yang memang itu adalah salah satu media untuk menjadi faktor yang kita harapkan menjadi faktor pendukung untuk membangun karakter,” ujarnya.
“Artinya tanpa ada pressure, tidak ada kontak fisik, pada saat calon-calon anggota dibawa dan ditempatkan di kondisi lingkungan yang menjadi habitatnya, tentunya untuk bisa memiliki kemampuan dan kompetensi di ruang lingkup kegiatan alam terbuka ya harus memiliki kapasitas, skill, kompetensi,” tegas Tomi Djamhoer Bustomi.
“Jadi semua menghadapi situasi nyata, yang kita coba bawa, dan saya rasa itu cukup memberikan dampak secara psikologis yang membangun karakter disiplin, ulet, dan motivasi-motivasi yang sifatnya mencetak karakter-karakter yang memiliki kemampuan untuk bertahan hidup dalam situasi apapun, tidak hanya dalam konteks real di aktivitas luar ruangan tapi juga dalam konteks kehidupan yang lebih luas,” pungkas Tomi Djamhoer Bustomi.
Seperti diketahui, perkumpulan ZABRA didirikan 14 Februari 1982 oleh sembilan orang mahasiswa Akademi Ilmu Kehutanan Bandung (AIK), moto ZABRA yakni, “Sadar, Sukarela, Tanggung Jawab, Silih Asah, Silih Asih, Silih Asuh”.
Lambang ZABRA Macan Kumbang dengan warna hitam dalam posisi siaga diartikan sebagai sikap mental yang berwibawa, ulet dan terampil hidup di alam bebas, sedangkan gambar Kalpataru dengan warna hijau di bagian atas dan warna di bagian bawah melambangkan lingkungan hidup yang memiliki arti manusia sebagai bagian dari alam, tiga garis warna biru berarti ZABRA itu silih asah, silih asih, silih asuh, sedangkan syal ZABRA berwarna Orange melambangkan ketegasan.
Mewujudkan sumber daya manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, disiplin, kreativitas yang profesional dengan berazaskan kekeluargaan dan kebersamaan menjadi visi ZABRA.
Sebanyak lebih dari 600 orang anggota ZABRA 75% berasal dari Mahasiswa kehutanan Unwim, sisanya dari Unpad, Ikopin, Unpas, universitas Sangga Buana (YPKP), Intan Jogyakarta dan masyarakat wilayah Jatinangor.
Sebanyak 21 angkatan ZABRA memiliki nama-nama unik, yakni, Macan Rimba (MR), Banyu Rimba (BR), Kabut Rimba (KR), Alap-Alap Rimba (KR), Banyu Lembah (BL), Elang Lembah Belantara (ELBA), Halimun Lembah (HL), Hujan Badai (HUBA), Hujan Kabut (HK), Halimun Rimba (HR), Tirta Banyu Rimba (TIBAR), Banyu Awan Belantara (BARA), Elang Gunung (ELGUN), Angin Kabut (AK), Guntur Kabut (GURKA), Kabut Lembah (KL), Guntur Belantara (GURBA), Banyu Hujan Rimba (BHR), Belantara Kabut (BAKA), Ular Belantara (ULBA), dan Tebing Rimba (TR). (BRH)