ARCOM-MEDIA, Bandung. Tanpa seremoni yang gemerlap, tanpa panggung yang mewah, hanya dengan ketulusan dan kehangatan dari hati, sebilah kujang Mardika berpindah tangan dari seorang tokoh budaya Sunda, Adhitiya Alam Syah (Abah Alam), kepada Bupati Purwakarta, Saepul Bahri Binzein, atau yang akrab disapa Om Zein, Rabu, (30/7/2025), di Purwakarta.
Penyerahan ini bukan sekadar hadiah, melainkan sebuah penghargaan yang berakar dari kenangan mendalam dan penghormatan tulus.
Abah Alam sebelumnya tengah berada di Jember, Jawa Timur untuk memberikan Kujang kepada Bupati Jember, namun seperti ada panggilan hati untuk memberikan Kujang kepada Bupati Purwakarta, maka pada akhirnya Abah Alam menempuh perjalanan darat selama 30 jam menuju Purwakarta dari Jember.
“Abah ingat pernah didorong kursi roda sama Om Zein,” kenang Abah Alam saat ditemui di kediamannya di kawasan Sukajadi, Bandung, Sabtu, (2/8/2025), “Sederhana, tapi penuh adab, Om Zein itu orangnya santun, lemah lembut, tahu etika,” ungkapnya.
Kisah sederhana itu menjadi alasan utama di balik pemberian yang penuh makna ini, kujang yang diberikan bukanlah pusaka bertuah, bukan juga benda mistis.
Ini adalah kujang Mardika, sebuah replika khusus yang dibuat lima tahun silam secara swadaya, tanpa campur tangan dana negara.
“Ini bukan kujang bertuah, bukan soal mistis. Ini murni tentang momen, soal panggilan hati,” tegas Abah Alam.
Momentum penyerahan ini terasa semakin istimewa karena bertepatan dengan Hari Jadi ke-194 Kota Purwakarta dan Hari Jadi ke-57 Kabupaten Purwakarta, “Bagi Abah, ini adalah cara yang bermakna untuk merayakan sejarah Purwakarta,” ujar Abah Alam.
“Mudah-mudahan kujang ini bisa jadi pengingat, supaya Om Zein terus membawa nilai-nilai kebaikan dalam kepemimpinannya, karena Purwakarta ini punya banyak cerita, yang belum semua ditulis dalam buku,” ujar Abah Alam.
Dalam budaya Sunda, kujang lebih dari sekadar senjata atau simbol, kujang adalah lambang kepercayaan, penghargaan, dan amanat.
Kujang mewakili nilai-nilai luhur yang harus dijaga, oleh karena itu, kujang tidak bisa diberikan kepada sembarang orang.
Pemberian kujang adalah bentuk penghormatan tertinggi kepada seseorang yang dianggap mampu menjaga nilai budaya dan membawa semangat kebaikan dalam kepemimpinannya.
Ketika ditanya mengapa kujang ini tidak diberikan kepada kepala daerah lain, seperti di Bandung Raya, Abah Alam menjawab, “Para tokoh yang di kota Bandung dan Cimahi Abah sudah kenal lama, Abah tinggal menunggu momen yang pas, mereka semua sudah tahu kediaman Abah, mungkin mereka sibuk sehingga belum sempat berkunjung, dan mungkin mereka lupa masih ada orang tua yang sebaiknya dikunjungi, ” ungkapnya.
Bagi Abah Alam, pemberian kujang bukan tentang siapa atau jabatan apa yang dimiliki seseorang, melainkan tentang momen dan gerak hati yang mendorongnya.
Untuk para pemimpin lain, Abah menanti momen yang tepat untuk menyerahkan kujang sebagai bentuk penghargaan dan kepercayaan yang sama.
Penyerahan kujang kepada Bupati Purwakarta Saepul Bahri Binzein, atau yang akrab disapa Om Zein, disaksikan beberapa tokoh penting, termasuk Dandim 0619/Purwakarta, Letkol Inf Ardha Cairova Pari Putra, dan Sekretaris Daerah (Sekda) Purwakarta, Norman Nugraha.
Kehadiran mereka menambah sakralnya momen ini, yang menegaskan bahwa penghargaan ini bersifat pribadi namun memiliki makna yang mendalam bagi banyak pihak.
Seperti diketahui Abah Alam atau Adhitya Alamsyah, dikenal sebagai sesepuh dari Kawargian Abah Alam (KAA) dan seorang tokoh budaya Sunda yang gigih melestarikan nilai-nilai luhur.
Abah Alam bersama tim pernah membangun Kujang Papasangan yang bobotnya sangat berat di puncak Gunung Bohong di kawasan Brigif Cimahi, pembangunan Kujang Papasangan memakan waktu 4 bulan lebih, dan saat ini di puncak Gunung Bohong dijadikan tempat wisata dan pembaretan untuk para prajurit Brigif.
Pemberian kujang kepada Bupati Purwakarta ini menjadi pengingat bahwa kepemimpinan yang baik tidak hanya diukur dari pembangunan fisik, tetapi juga dari kemampuan menjaga budaya dan harmoni dengan rakyat. (BRH)