ARCOM-MEDIA, Bandung. Kepala Pusat Budaya Sunda Unpad, Prof. Dr. Ir. Ganjar Kurnia, DEA., di hadapan para awak Media blak-blakan membahas Majalah Mangle versi baru, Selasa, (20/5/2025), di Graha Sanusi Hardjadinata Unpad, jalan Dipati Ukur No. 35 Kota Bandung.
“Sebagaian besar Redaktur Majalah Budaya Sunda Mangle versi baru ini berasal dari Redaktur Mangle versi lama,” kata Prof Ganjar Kurnia usai kegiatan peresmian Pusat Budaya Sunda, dan Peluncuran Majalah Mangle versi baru.
“Kebetulan Majalah Mangle versi baru ditangani anak-anak Unpad, seperti, Teddi Muhtadin, selaku Pemimpin Redaksi, ia juga Dosen Unpad, kemudian ada Dian Hendrayana, ia juga Alumni Unpad, lalu Taufik Rahayu, dan Riki,” ungkap Prof Ganjar Kurnia.
Prof Ganjar Kurnia menyadari, terbitnya Mangle versi baru yang dikelola Unpad tak hanya sekedar dinamika perubahan budaya belaka yang instan, justru sekecil apapun, pihaknya sudah membuat SundaDigi yang telah di-klik sebanyak 120-an juta klik yang menyebar di seluruh dunia.
Lebih lanjut Prof Ganjar Kurnia menjelaskan, saat ini anak SD kalau punya PR dipastikan menanyakan kepada orang tuanya yang lahir di tahun 1970-an dan 1980-an.
“Orang tua banyak yang tak begitu paham PR anak zaman sekarang, maka anak SD zaman sekarang menanyakan PR ke SundaDigi, karena di SudaDigi ada fitur khusus, mengenai tanya PR, kemudian ada juga naskah-naskah lama, maka anak-anak sekolah itu bisa mencari di SundaDigi,” ungkap Prof Ganjar Kurnia.
Prof Ganjar Kurnia menambahkan, SundaDigi dibentuk karena alasan pihaknya telah melakukan berbagai Seminar secara terus menerus, “Seminar itu mahal dan melelahkan juga, maka hadirlah SundaDigi, walaupun kecil tetap harus kita lakukan,” ujarnya.
Terkait rencana ke depan Majalah Mangle versi baru, Prof Ganjar Kurnia mengatakan, sementara ini pihaknya akan menyelamatkan Majalah Mangle terlebih dahulu, sembari melakukan program jangka pendek Majalah Mangle.
Prof Ganjar Kurnia menegaskan, Majalah Mangle versi baru belum berorientasi profit, menurutnya di bulan Mei 2025 Mangle versi baru dengan harga 25 ribu rupiah hanya terbit 1.500 eksemplar saja, dengan tebal 74 halaman, serta berukuran 25×17 cm.
“Terpenting Mangle versi baru bisa hidup saja dulu, soal pendekatan ke sekolah-sekolah nanti akan kita bicarakan, kalau misalnya diwajibkan di sekolah cukup sulit juga di zaman sekarang,” ujar Prof Ganjar Kurnia.
Terkait tidak hadirnya Walikota Bandung dan Gubernur Jawa Barat di acara Peluncuran Majalah Mangle versi baru, Prof Ganjar Kurnia menjelaskan, pihaknya memang hingga saat ini belum bertemu para pejabat tersebut, “Secara normatif Walikota Bandung dan Gubernur Jawa Barat diundang, ke depan saya berharap para pejabat “Surti” saja ke Majalah Mangle,” ujarnya.
“Bagi yang memiliki perhatian ke Majalah Mangle, silahkan membantu demi kemekaran budaya Sunda, namun apabila tidak dibantu kami akan terus berkiprah,” ujar Prof Ganjar Kurnia.
Terkait Majalah Mangle pada akhirnya dikelola oleh Unpad, Prof Ganjar Kurnia mengungkapkan, manajemen lama Mangle sebelumnya telah datang berkali-kali dan menghubungi dirinya, “Mereka mengutarakan secara terbuka kondisi Mangle, setelah itu dengan berbagai pertimbangan matang, akhirnya Mangle kita kelola bersama Unpad, setelah kami melapor ke Rektor Unpad, akhirnya Rektor setuju membantu dan bekerjasama dengan Mangle,” ungkapnya.
Prof Ganjar Kurnia mengumpamakan dalam penyelamatan majalah Sunda Mangle yang ‘sekarat’ ini, bagaimana apabila Majalah Mangle mati, padahal Mangle lahir sejak 1957, “Kalau Mangle mati ya dimonumenkan, ya jadi semacam artefak, artinya, di tatar Sunda pernah ada majalah Mangle, namun ini hanya perumpamaan,” ujarnya.
“Pada akhirnya kembali ke penyelamatan Mangle, kami telah sebagian menyelamatkan kekayaan budaya, dan berbicara soal Mangle, saat ini masih kita kembangkan,” ujar Prof Ganjar Kurnia.
Terkait strategi marketing Majalah Mangle versi baru, Prof Ganjar Kurnia mengungkapkan, pihaknya yakin Mangle akan menjadi majalah bacaan, “Contohnya saya, setiap pagi saya membaca satu koran, dan rasanya hanya sebentar lalu tamat membaca, jadi rasanya, dengan hard copy lebih meresap dan lebih dimengerti,” ujarnya.
Prof Ganjar Kurnia di akhir perbincangan mengatakan, dirinya optimis orang-orang secara bertahap dan pasti akan kembali merindukan bahan bacaan hard copy, “Sudah ada beberapa pihak yang menghubungi saya untuk menghimbau secara bertahap kembali membaca seperti dulu, karena membaca narasi secara non virtual seperti produk buku dan majalah itu ternyata lebih berasa dan lebih bermakna,” pungkasnya. (BRH / HS)