ARCOM- MEDIA, Bandung. Di tengah arus deras digitalisasi dan perubahan perilaku generasi muda, sebuah kontes kecantikan hadir dengan misi yang jauh lebih dalam dari sekadar mahkota dan panggung.
Ajang Puteri Inspirasi Indonesia 2025 menantang para finalis puteri remaja dan puteri anak untuk menjadi agen perubahan, khususnya dalam upaya mengembalikan nilai-nilai kekeluargaan dan moral yang dinilai mulai luntur di tengah masyarakat.
Acara puncak yang menegangkan ini diselenggarakan selama dua hari, dimulai dari Tahapan Final pada 21 November hingga Tahapan Grand Final pada 22 November 2025, bertempat di Ballroom Jayagiri, Grand Pasundan Convention Hotel, Bandung.
Ms. Lina Ve, Founder Yayasan Tiga Tiara Indonesia sebagai penyelenggara Puteri Inspirasi Indonesia, menegaskan bahwa ajang ini bukan sekadar kontes kecantikan biasa.
“Puteri Inspirasi Indonesia lebih how to powering atau lebih pada memberdayakan remaja-remaja puteri khususnya di dalam perannya masing-masing yang pada akhirnya akan membantu pemerintah untuk kemajuan pariwisata, Budaya, Ekonomi kreatif, Pendidikan dan lain sebagainya,” ujar Ms. Lina Ve saat Press Conference, Minggu, (23/11/2025), di Grand Pasundan Convention Hotel, Jalan Peta, Kota Bandung.
Namun, Ms. Lina Ve mengakui tantangan berat yang dihadapi. Peserta kontes saat ini didominasi oleh Generasi Z (lahir sekitar 1997–2012) dan Generasi Alpha (lahir sekitar 2013–sekarang), dua generasi yang memiliki kesenjangan perilaku (behavior) signifikan dengan generasi sebelumnya.
Gen Z adalah “digital native” yang mengalami transisi analog ke digital, mereka dikenal lebih sadar isu sosial, menjunjung autentisitas, dan menggunakan media sosial sebagai alat interaksi dan informasi.
Gen Alpha lahir dan tumbuh di dunia yang sepenuhnya digital, mereka sangat adaptif terhadap AI dan otomatisasi, memiliki kecakapan digital yang sangat tinggi, serta mengharapkan pengalaman yang interaktif dan terpersonalisasi.
Karakteristik ini, yang mencakup kedigdayaan digital dan fokus pada kemandirian yang didukung teknologi, justru menjadi perhatian utama penyelenggara.
Ms. Lina Ve menyoroti pola pikir pragmatis dan “make sense” dari generasi ini yang sering kali bertolak belakang dengan nilai tradisional.
“Misalnya kita fokus pada pengembangan karakter ‘mandiri’, harus bisa menyiapkan makanan sendiri, menyiapkan keperluan sekolah sendiri, kalau Gen Alpha akan bertanya, ‘Kenapa harus sendiri? kan bisa menyuruh orang, selama punya uang bisa menyuruh orang menyiapkan semua, kenapa harus sendiri?'” ungkap Ms. Lina Ve.

Paradigma pemikiran “selama punya uang, bisa menyuruh orang” ini dinilai dapat melewatkan pelajaran penting tentang perjuangan dan kemandirian sejati.
Yayasan Tiga Tiara Indonesia bertekad untuk menanamkan nilai-nilai ini melalui bahasa yang relevan bagi Gen Z dan Alpha.
Tujuan utama dari kontes ini adalah mempersiapkan mental para remaja dan anak-anak agar tidak depresi atau putus asa saat menghadapi masa-masa sulit dalam hidup, sebuah fenomena tragis yang sering terjadi di negara-negara maju.
“Bila masa sulit itu terjadi, so what gitu lo? terus remaja dan anak akan depresi, akan putus asa kah? Ini lah yang oleh orang tua skip, mereka merasa sendirian, tidak ada yang mengarahkan, tidak ada teman, tidak punya true love, real friend, yang mereka kenal hanya melalui platform digital yakni sosial media,” tegas Ms. Lina Ve.
Inilah mengapa Puteri Inspirasi Indonesia berupaya mengembalikan tiga pilar nilai yang diyakini kuat oleh bangsa Indonesia: Family Values (nilai kekeluargaan), Social Values (nilai sosial), dan Religion Values (nilai keagamaan), yang sudah mulai ditinggalkan.
Seluruh finalis menjalani proses karantina, tahapan unjuk kebolehan, hingga sesi komunikasi mendalam yang dirancang untuk menggali karakter dan potensi mereka.
Melalui proses ini, finalis akan dijaring untuk menyandang atribut berdasarkan kecenderungan karakter yang menonjol.
“Misalnya finalis tampak kecenderungan sangat empati terhadap peserta lain, sehingga tidak menutup kemungkinan peserta terjaring dalam Atribut Sosial Humanity,” pungkas Ms. Lina Ve, menunjukkan bahwa penilaian didasarkan pada kualitas karakter dan inspirasi, bukan semata kecantikan fisik.
Sebanyak 18 finalis dari berbagai provinsi telah terpilih untuk memperebutkan gelar bergengsi ini dan berbagai predikat atribut lainnya.
Finalis Puteri Inspirasi Anak Indonesia 2025:
– Aisyah Humaira Achsanti (Sumatera Utara)
– Farisha Ellena Ayunindya (DKI Jakarta)
– Revanya Latisha Kurniawan (DKI Jakarta)
– Sara Lintang (DKI Jakarta)
– Ashira Syamabell (Jawa Tengah)
– Azkeiya Putri Perishya (Jawa Tengah)
– Femyro Gladis Tanos (Jawa Barat)
– Natasha Gisella (Jawa Barat)
– Zuriel Zanaya Tjutnyak Rinaldi (Jawa Barat)
Finalis Puteri Inspirasi Remaja Indonesia 2025:
– Debra Nayma Aleasi (Sumatera Utara)
– Chloe Xaviera (DKI Jakarta)
– Madeline Aurelia Harianto (DKI Jakarta)
– Ngappah Stephanie Louise
– Aissya Zahra Mumtazah
– Fatimah Azzahra
– Naja Putri Nurhilyah Hendrawinata (Jawa Barat)
– Ratu Dzhny Nouva (Jawa Barat)
– Laura Sabrina (Jawa Timur)
Ke-18 finalis ini akan bersaing ketat untuk memperebutkan mahkota dan predikat pada malam Grand Final yang dibuka untuk umum, di Ballroom Jayagiri, mereka adalah harapan bangsa untuk membawa kembali family values ke tengah generasi digital. (RED)








