ARCOM-MEDIA, Bandung. Pimpinan Kawargian Abah Alam (KAA) dalam kapasitas selaku Pemangku Masyarakat Lingkungan Hukum Adat Sunda dan Priangan, Adhitiya Alam Syah (Abah Alam) menggelar Tasyakuran Binni’mah, Tawassul, dan Mempererat Tali Silaturahmi Kawargian Abah Alam, sekaligus memperingati Hari Masyarakat Adat Internasional ke-39, jelang Dirgahayu Republik Indonesia ke-80, Sabtu, (9/8/2025), di Kawargian Abah Alam, Gg. H. Moch.Tabri No. 32-65, RT.05/RW.11, Kec. Sukajadi, Kota Bandung.
Acara ini mengusung tema “Masyarakat Adat dan AI (Artificial Intelligence): Membela Hak Membentuk Masa Depan”.
Seperti diketahui setiapl 9 Agustus, dunia merayakan Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia.
Peringatan ini ditetapkan oleh Majelis Umum PBB pada tahun 1994 untuk menghormati dan menegaskan hak-hak masyarakat adat di seluruh dunia.
Di tengah perayaan global ini, masyarakat Sunda di Provinsi Jawa Barat, khususnya yang berada di lingkungan hukum adat Sunda dan Priangan, turut menggaungkan suaranya.
Peringatan ini menjadi momen penting bagi masyarakat Sunda untuk merefleksikan kembali peran dan eksistensi mereka dalam bingkai negara dan globalisasi.
Sebagaimana termaktub dalam Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat, setiap komunitas berhak untuk memelihara dan memperkuat institusi, budaya, serta tradisi mereka sendiri.
Deklarasi ini juga melarang diskriminasi dan mendorong partisipasi penuh masyarakat adat dalam segala aspek kehidupan.
Salah satu kelompok yang konsisten menjaga nilai-nilai adat Sunda adalah Kawargian Abah Alam, yang dipimpin oleh Adhitiya Alam Syah (Abah Alam)
Kelompok ini memainkan peran vital dalam melestarikan budaya Sunda, terutama setelah perjuangan hukum pada tahun 2011 yang berhasil membuktikan bahwa kujang, senjata tradisional Sunda, bukanlah senjata berbahaya melainkan simbol budaya yang sakral.
Peristiwa hukum tersebut tidak hanya membebaskan kujang dari jerat hukum, tetapi juga menegaskan keberadaan “Budaya Sunda,” “Bangsa Sunda,” dan “Masyarakat Sunda” sebagai entitas yang diakui.
Sejak saat itu, Kawargian Abah Alam terus aktif menyelenggarakan berbagai kegiatan, termasuk peringatan “Hari Kujang Bukan Senjata” setiap tanggal 23 November, pemberian anugerah kujang, pendirian tugu kujang, dan diskusi-diskusi seputar eksistensi budaya Sunda.
Menurut Abah Alam, Kawargian Abah Alam meyakini bahwa nilai-nilai adat dan budaya Sunda yang membumi harus ditempatkan pada posisi yang ideal dan tinggi.
Hal ini dikarenakan budaya adat mampu menjadi benteng ketahanan bangsa dari pengaruh mental dan penindasan budaya lain.
Meskipun demikian, mereka juga menekankan pentingnya sikap terbuka dan tidak mengisolasi diri di tengah arus globalisasi.
Mereka percaya bahwa semangat perjuangan dan pertahanan harus tetap ada agar hukum adat bisa terus berperan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di NKRI.
Dalam peringatan Hari Masyarakat Adat Internasional ini, Kawargian Abah Alam menegaskan komitmennya untuk terus membela dan melestarikan nilai-nilai adat masyarakat Sunda.
Mereka berupaya untuk mengaktifkan masyarakat di lingkungan hukum adat Sunda dan Priangan agar dapat berpartisipasi penuh dalam pembangunan ekonomi dan sosial, sambil tetap memegang teguh identitasnya.
Kawargian Abah Alam juga mendorong kerja sama antar masyarakat adat di seluruh Indonesia untuk bersama-sama memecahkan masalah global, seperti pembangunan, demokrasi multikultural, dan desentralisasi.
Peringatan hari ini menjadi pengingat bahwa keanekaragaman budaya adalah kekuatan bangsa, dan bahwa suara masyarakat adat harus terus didengar dan dihormati.
Turut hadir dalam kegiatan ini para tokoh dan budayawan Sunda dari berbagai daerah, perwakilan Pemuda Pancasila, perwakilan Bikers Brotherhood, perwakilan KORMI (Komite Olahraga Masyarakat Indonesia), dan para personel Jurnalis Bela Negara (JBN), kehadiran personel JBN didukung penuh oleh EIGER. (RED)