ARCOM-MEDIA, Bogor. Kabut tipis yang menyelimuti hamparan kebun teh di Kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, pagi itu terasa dingin, bukan hanya karena cuaca, melainkan juga oleh suasana mencekam yang menyelimuti sektor pariwisata.
Deretan vila, hotel, dan area glamping kini tampak sunyi senyap, banyak pintu masuk objek wisata disegel, pemandangan janggal bagi destinasi yang dikenal sebagai denyut nadi wisata sejak era 70-an.
Dampak dari penghentian operasi ini adalah bencana sosial, ribuan pekerja pariwisata, mulai dari pramusaji, pemandu, hingga petugas kebersihan telah kehilangan mata pencaharian.
Nasib mereka terkatung-katung, menjadi korban langsung dari kebijakan yang kini memicu gelombang kemarahan politik.
Kondisi inilah yang membuat Mulyadi, anggota DPR RI dari Dapil Kabupaten Bogor sekaligus Dewan Pembina Partai Gerindra, naik pitam.
Dalam pernyataan kepada awak Media, Jumat (3/9/2025), Mulyadi tak menutupi amarahnya dan langsung menunjuk Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) sebagai buang keladi.
“Saya sangat geram dan marah terhadap Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq, tindakannya di Kawasan Puncak telah mengganggu iklim wisata, investasi, dan berakibat dirumahkannya ribuan pegawai akibat tempat kerjanya berhenti operasi,” tegas Mulyadi.
Bagi sang legislator, langkah penyegelan yang dilakukan Kementerian LHK bukan sekadar urusan izin administrasi yang dangkal.
Ini adalah sebuah keputusan yang memiliki efek domino sosial-ekonomi yang nyata dan brutal.
Mulyadi menyoroti bahwa tindakan tersebut telah menyebabkan jumlah kunjungan wisatawan menurun drastis, Pendapatan Asli Daerah (PAD) berkurang, dan yang paling parah, pengangguran meningkat tajam.
“Ini bukan hanya soal bisnis, jika roda ekonomi pariwisata mati, dampaknya sangat luas. Ini bisa menurunkan angka rata-rata lama sekolah dan meningkatkan angka kejahatan,” ujar Mulyadi menggambarkan skenario terburuk yang mengancam stabilitas sosial masyarakat Puncak yang selama ini menggantungkan hidupnya pada sektor pariwisata.
Pernyataan Mulyadi didasarkan pada kenyataan bahwa seluruh struktur ekonomi masyarakat Puncak, dari kios jagung bakar di tepi jalan hingga hotel berbintang, saling terkait, terhentinya satu rantai berarti seluruh ekosistem terpukul.
Menanggapi krisis ini, Mulyadi berjanji akan turun langsung melalui agenda resesnya. Ia menegaskan bahwa kunjungannya bukan sekadar kunjungan seremonial, melainkan misi untuk menyerap aspirasi, mendengar keluhan masyarakat yang kini terlilit kesulitan ekonomi, dan memperjuangkan nasib mereka di Senayan.
“Tujuan saya reses di Kawasan Puncak, tentunya belanja permasalahan, menampung, dan memperjuangkan aspirasi masyarakat Puncak,” pungkas Mulyadi, menyiratkan bahwa pertarungan nasib ribuan pekerja ini akan segera dibawa ke panggung politik nasional. (BRH)