ARCOM-MEDIA, Bandung. Massa dari berbagai elemen masyarakat, yang tergabung dalam Masyarakat Tertindas Jawa Barat (Martin Jabar), dan kelompok Emak-Emak, menggelar aksi demonstrasi di depan Markas Polda Jabar, Jumat, (7/2/2025), di jalan Soekarno Hatta, Kota Bandung.
Aksi damai ini bertujuan menyampaikan aspirasi terkait akuntabilitas Pemerintah dan sejumlah isu kontroversial yang dianggap perlu mendapat perhatian serius.
Pantauan di lapangan, perwakilan Aksi diterima Bidang Pengaduan Masyarakat (Dumas) Polda Jabar untuk audiensi, dialog antara perwakilan pengunjuk rasa dengan Dumas Polda Jabar berlangsung sekitar satu jam.
Tim Advokasi dan Hukum Martin Jabar, Mangiring TS Sibagariang, SH., MH., Naga Sentana, SH., Anton Sulthon, SH., MH., Sarli SM Lumbantoruan, SH., Wayan Suprapta Ginting, SH., usai melaksanakan audensi dengan Polda Jabar memberikan keterangan kepada para awak Media.
“Kita Ini adalah selaku Pengacara atau Advokad yang mendampingi Masyarakat Tertindas Jawa Barat, dimana dalam aksi dan diskusi ini ingin melaporkan mantan Presiden RI Joko Widodo dan keluarganya dimana selama ini juga beredar dalam media sudah nampak sekali diduga kuat ada tindak pidana yang terjadi seperti korupsi,” kata Mangiring TS Sibagariang.
“Intinya, dalam aksi ini, Martin Jawa Barat mengadukan mantan Presiden RI Joko Widodo dan keluarga, sebab selama ini diduga kuat ada tindak pidana korupsi,” ujar Mangiring TS Sibagariang.
Lebih lanjut Mangiring TS Sibagariang mengatakan, kasus PIK 2 dan pagar laut, diduga kongkalikong antara Pemerintah yang dulu dengan swasta, “Ketika itu muncul sertifikat di laut atau pesisir pantai padahal itu tidak dibenarkan,” tegasnya.
“Menurut Martin Jawa Barat, dalam kasus pagar laut patut diduga terjadi pelanggaran hukuman, seperti, suap, intimidasi, bahkan pemalsuan dokumen,” tegas Mangiring TS Sibagariang.
Sedangkan Anton Sulthon mengatakan, dugaan itu harus terjawab oleh pihak kepolisian, “Karena itu kami datang dan berdiskusi dengan Dumas Polda Jabar agar Polisi serius mengungkap, ini berlaku seluruhnya, bukan hanya Polda Jawa Barat, tapi Kepolisian secara umum,” ujarnya.
Menurut Masyarakat Tertindas Jawa Barat, selama satu dasa warsa Joko Widodo berkuasa, sangat banyak kasus-kasus mega korupsi, ada sejumlah kasus dengan nilai kerugian mencapai triliyunan.
Laporan Transparasi Internasional menyebutkan, IPK (Indeks Persepsi Korupsi) Indonesia berada di peringkat 34 dari 100 pada tahun 2014 atau bertepatan dengan Joko Widodo menjabat Presiden RI.
Dalam beberapa kasus tersebut beberapa Media telah banyak memberitakan dugaan keterlibatan Joko Widodo dan keluarga, sehingga menyulitkan penegak hukum untuk mengusut kasus-kasus tersebut.
Sementara rakyat disibukkan dengan penurunan daya beli, bertahan hidup, persoalan kesehatan dan mahalnya biaya pendidikan yang semakin hari semakin berat.
Beberapa Media memberitakan, pada 2024, Joko Widodo mendapat kado dari OCCPR sebagai finalis dan nominator Tokoh Kejahatan Terorganisir dan Terkorup.
Terlepas dari komtroversi terbukti atau tidak terbukti maka untuk mendapatkan kepastian hukum, kepada para penegak hukum agar mengusut tuntas dugaan dugaan tersebut
Berikut pernyataan MARTIN (Masyarakat Tertindas) Jawa Barat:
1. Usut tuntas berbagai dugaan kasus korupsi, kolusi dan nepotisme yang pernah dilakukan oleh Joko Widodo alias Jokowi dan keluarga yang diduga terlibat di antaranya, kasus BPMKS (Bantuan Pendidikan Masyarakat Kota Surakarta), Korupsi BMW, Korupsi Trans Jakarta, Korupsi Dana KONI, Korupsi DJKA, Blok Medan, Korupsi melalui rekomendasi Tas Bansos di Sritex, Kasus pengurangan denda PT SM yang melakukan Pembakaran Hutan, Jet Pribadi untuk liburan, Pagar Laut yang semuanya sudah diadukan ke lembaga-lembaga penegakan hukum dan dipublikasikan di berbagai media namun tidak ada langkah penyidikan dan/atau penyelidikan.
2. Usut tuntas kasus kasus terkait kebijakan yang merugikan rakyat di antaranya kasus Pagar Laut Banten, Bekasi, Sidoarjo dan daerah-daerah lain, termasuk mengusut kebijakan kebijakan anti rakyat yang sudah menelan korban jiwa secara tidak langsung seperti kelangkaan Gas LPG 3 kilogram.
3. Kami meminta seluruh jajaran Kepolisian Republik Indonesia untuk kembali menjadi Polisi Rakyat yang independen dan berpegang teguh pada konstitusi sebagai pelindung dan pengayom yang tidak berpihak pada siapapun selain pada hukum, kebenaran dan keadilan. (RED / SA)