ARCOM-MEDIA, Kabupaten Bandung. Tokoh Masyarakat Adat Jawa Barat, Eka Santosa menanggapi aksi ritual dan pembakaran keranda yang dilakukan Masyarakat Adat Jawa Barat di kaki Gunung Manglayang belum lama ini.
Eka Santosa menilai hal tersebut wajar dilakukan oleh Masyarakat Adat sebagai sikap dari kondisi demokrasi dan politik Indonesia saat ini.
Eka mengaku sejauh ini banyak desakan untuk adanya sebuah sikap terhadap kondisi politik kenegaraan saat ini yang tengah dirasakan Masyarakat Adat, karena kondisi politik kenegaraan dianggap membahayakan terhadap eksistensi dan ideologi negara.
“Aksi ritual dan pembakaran keranda yang dilakukan Masyarakat Adat Jawa Barat memang pilihan yang lebih baik ketimbang tindakan anarkis,” kata Eka Santosa.
“Prinsip Masyarakat Adat mengkritisi sebuah persoalan berkaitan sikap moral politik, karena mereka memahami bisa mengikuti kesepakatan nasional, tapi karena sangkut paut dengan prinsip dan dipandang keselamatan warga dalam hal ini soal politik dinasti yang oleh konstitusi telah mengacak-acak demokrasi,” ujar Eka Santosa, Jumat (10/11/2023), di Kabupaten Bandung.
Seperti diketahui, keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal diperbolehkannya calon di bawah usia 40 tahun itu, kata Eka Santosa telah mengusik dan membuat marah Masyarakat Adat Jawa Barat yang diekspresikan secara visual bumi Pasundan pantang menerima atau membuka ruang perilaku pengkhianat dalam membangun dinasti dengan mengorbankan kepentingan negara, sehingga konstitusi terganggu.
“Saya lihat Masyarakat Adat Jawa Barat yang hadir dari berbagai pelosok, mulai dari Cianjur, Ciamis, Tasikmalaya, hingga Garut Selatan, bagian dari yang ingin mereka pertaruhkan bahwa menjelang Pemilu hasil putusan MK akan ada penilaian dari masyarakat,” kata Eka Santosa, “Sebenarnya bukan tidak siap berkompetisi, tapi langkahnya yang kami soroti,” ujarnya.
Seperti diketahui, terpilihnya Gibran Rakabuming Raka setelah keputusan pengadilan kontroversial beberapa waktu lalu yang memutuskan bahwa kandidat yang berusia di bawah 40 tahun dapat mencalonkan diri sebagai Presiden atau Wakil Presiden jika mereka sebelumnya pernah memegang jabatan regional.
Keputusan tersebut dikeluarkan oleh saudara ipar Presiden RI Joko Widodo, yaitu, Ketua Mahkamah Konstitusi pada saat itu Anwar Usman. (RED / GUN)