ARCOM-MEDIA, Bandung. Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kabakesbangpol) kota Bandung Drs. H. Bambang Sukardi, M.Si., menjadi Keynote Speech Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Kampanye 16 HAKtP), Senin, (27/11/2023), di Auditorium Balai Kota Bandung, jalan Wastukencana Kota Bandung.
Hadir dalam Kampanye 16 HAKtP, Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Kota Bandung Asep Saeful Gufron mewakili Pj Wali Kota Bandung Ir. Bambang Tirtoyuliono, M.M., Perwakilan Danlanud Husein Sastranegara, Perwakilan Kodim/0618 Kota Bandung, dan Perwakilan Pangkalan Angkatan Laut (Lanal) Bandung.
Sedangkan sebagai Panelis, hadir Perwakilan WCC Pasundan Durebang, Ira Imelda, M.Si, P.C., Perwakilan AVD & Associates Law Office, Asri Vidya Dewi, S.Si., S.H., Kanit PPA Polrestabes Bandung, AKP. Tuti Purnati, S.H., dan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Bandung, Dra. Uum Sumiati, M. Si.
Kabakesbangpol kota Bandung Bambang Sukardi dalam paparannya yang mengambil tema ‘Kaitan Pemenuhan Hak Korban Kekerasan Seksual dan Ketahanan Politik di Kota Bandung’, mengatakan, pihaknya salut dan bangga terhadap para penggiat anti kekerasan terhadap perempuan.
“Seperti kita ketahui bersama, berdasarkan data Komnas HAM, ternyata kekerasan terhadap perempuan selama 12 tahun terakhir mengalami kenaikan, yakni sebesar 792 persen, atau meningkat delapan kali lipat,” ungkap Kabakesbangpol kota Bandung Bambang Sukardi, “Bahkan selama pandemi kekerasan terhadap perempuan meningkat 75 persen,” ujarnya.
Lebih lanjut Kabakesbangpol kota Bandung Bambang Sukardi mengungkapkan, menurut data Komnas Perempuan, terdapat 14.719 kasus kekerasan terhadap perempuan, dan 75,4 persen terjadi di ranah personal, “Hal ini membawa dampak panjang,” ujarnya.
Kabakesbangpol kota Bandung Bambang Sukardi menjelaskan, Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan diperingati setiap tahunnya secara Internasional pada 25 November hingga 10 Desember sejak tahun 1991, “Maka dalam Diskusi Panel ini Pemkot Bandung menyuarakan anti kekerasan terhadap perempuan,” tegasnya.
“Kami mengajak seluruh masyarakat memutus mata rantai kekerasan terhadap perempuan, dan kami akan membagikan pamflet anti kekerasan terhadap perempuan agar bisa disosialisasikan,” pungkas Kabakesbangpol kota Bandung Bambang Sukardi.
Kota Bandung patut berbangga karena Pemkot Bandung merupakan institusi pertama yang pertama kali mengadakan Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Bandung, Dra. Uum Sumiati, M. Si., dalam paparannya berjudul, ‘Peran dan Komitmen Pemerintah Kota Bandung dalam Penganggaran Belanja Daerah Berperspektif Korban’, menegaskan, perempuan tidak boleh mendapat kekerasan.
“Namun Jawa Barat dan Kota Bandung kasus kekerasan terhadap perempuan trennya naik dalam tiga tahun terakhir, baik itu kekerasan psikis maupun fisik,” kata Uum Sumiati.
Lebih lanjut Uum Sumiati mengungkapkan, kekerasan terhadap perempuan merupakan fenomena gunung es, karena hanya sedikit yang berani melapor.
“Perempuan yang mengalami kekerasan harus berani berbicara dan melapor dan harus tercatat, peningkatan laporan jangan dipandang negatif justru bagus karena ada yang berani melapor,” ujar Uum Sumiati.
Uum Sumiati menambahkan, kasus kekerasan terhadap perempuan tidak bisa ditangani semua, “Bahkan Unit Pelaksaana Teknis Daerah di Jawa Barat masih ada yang belum punya, karena saat ini hanya ada tujuh UPTD Kabupaten dan Kota di Jabar,” ungkapnya.
Uum Sumiati mengungkapkan, tidak mudah menangani korban kekerasan, “Ada 8 kali pertemuan pendampingan, namun biasanya baru dua kali pertemuan perempuan korban kekerasan tidak datang lagi karena mendapat tekanan dari keluarga,” ujarnya, “Pastinya perkawinan usia anak berdampak kekerasan di dalam rumah tangga,” tegasnya.
Lebih lanjut Uum Sumiati menjelaskan, apabila ada perempuan yang mengalami kekerasan seksual dapat melaporkan di aplikasi Senandung Perdana yang ada di Playstore, “Bahkan berdasarkan data terdapat laki-laki, difabel dan lansia yang mendapat kekerasan, maka nantinya kami melakukan penjangkauan dengan datang ke rumah mereka,” ujarnya.
Uum Sumiati mengungkapkan, untuk menangani kasus kekerasan terhadap perempuan, Kota Bandung membutuhkan 12 Advokat, “Saat ini baru ada 3 Advokat,” ungkapnya.
“Ada kendala, karena Rumah Sakit selalu menanyakan bila ada korban kekerasan, siapa yang akan membiayainya,” pungkas Uum Sumiati.
Perwakilan AVD & Associates Law Office, Asri Vidya Dewi, S.Si., S.H., dalam paparannya bertajuk, ‘Praktik Pendampingan Hukum Bagi Korban Kekerasan Seksual’, menegaskan, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) telah berlaku sejak 9 Mei 2022, “UU TPKS lahir setelah kami melakukan aksi,” tegasnya.
Asri Vidya Dewi menegaskan, tidak ada kata damai bagi pelaku pelecehan seksual, “Melakukan siulan kepada perempuan, dan mengatakan pakaiannya seksi kepada perempuan merupakan pelecehan seksual, dan dapat dilaporkan ke pihak kepolisian,” ujarnya, “Namun untuk pelaporan jangan lapor di media sosial,” ungkapnya.
Lebih lanjut Asri Vidya Dewi menegaskan, UU TPKS luar biasa dan punya banyak terobosan, “Undang-Undang ini melihat korban juga sebagai pelaku,” ungkapnya “Undang-Undang ini memiliki asas ‘Unus Testis Nullun Testis’, saksi satu adalah saksi,”ujarnya.
“UU TPKS juga menegaskan, korban disabilitas keterangannya sama dengan orang normal, bahkan pada pasal 26 dituliskan pendamping punya hak imunitas seperti Advokat asalkan memiliki itikad baik,” pungkas Asri Vidya Dewi yang menggemari musik Hard Core dan menyukai Band Burgerkill.
Hadirnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) merupakan titik terang bagi penanganan kasus kekerasan seksual yang lebih berperspektif korban, sehingga menjamin hak korban kekerasan seksual atas penanganan, perlindungan, dan pemulihan.
Berikut yang Harus Dilakukan Apabila Ada yang Mengalami Kekerasan Seksual
– Cari Perlindungan
– Segera beritahu orang terdekat yang dipercaya
– Jangan membasuh badan/menghapus noda luka, dokumentasikan sebagai barang bukti
– Hubungi Polisi di Polres/Polda, Pengacara atau Konselor
– Ingat kapan waktu kejadian
– Ingat tempat kejadian
– Ingat siapa pelakunya
– Saat ke kantor Polisi, ajak teman terpercaya/keluarga/pengacara/konselor untuk menemani, jika ada, ajak juga saksi.
Untuk Menjaga Barang Bukti
1. Jangan membasuh badan (agar bukti kekerasan seperti luka-luka, memar, sidik jari, cairan saliva dan cairan sperma) tidak hilang
2. Dokumentasikan bagian tubuh yang terluka akibat peristiwa kekerasan seksual (seprai/alas kasur, selimut, pakaian dan mengabadikan peristiwa barang bukti agar tidak hilang)
3. Simpan barang bukti agar tetap terjaga, tidak terkontaminasi dan tidak terhapus (pakaian, seprai, selimut, dan benda lainnya yang terkait dengan peristiwa kekerasan seksual tersebut)
Cara Melaporkan Pelaku ke Pihak Kepolisian
– Bawa barang bukti
– Bawa saksi (jika ada)
– Bawa rekaman audio kejadian
– bawa surat keterangan psikolog klinis/psikiater
– Ditemani pendamping (teman kepercayaan/keluarga/Pengacara/Konselor/Psikolog
– Datang ke Bagian SPKT Polres/Polda setempat atau ke Bagian PPA Polres/Polda
– Saat di SPKT pelapor berhak mendapatkan Laporan Polisi (Polisi wajib memberikan Laporan Polisi kepada pelapor)
– Minta dirujuk ke Unit PPA untuk dilakukan BAP (Berita Acara Pemeriksaan), (saat di-BAP pelapor harus menceritakan peristiwa menyakitkan itu agar tidak mengulang cerita, minta agar cerita direkam), (hal tersebut dibolehkan oleh UU TPKS No.12/2022 pasal 24 ayat 1 dan 2
– Atau sebelum melapor di hadapan teman terdekat/pendamping/konselor, korban boleh merekam cerita tentang peristiwa dalam rekaman elektronik
– Setelah dilakukan BAP korban berhak untuk di Visum et Repertum (Kepolisian wajib melakukan di Rumah Sakit), (kepada psikolog/psikiater yang mendampingi korban bisa dimintakan surat keterangan psikolog klinis dan/atau psikiater/dokter spesialis kedokteran jiwa
– Jika sudah melapor dan dalam jangka waktu lama belum ada kabar dari kepolisian, korban berhak meminta SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan) (Peraturan Kapolri No.21 Tahun 2011 pasal 11 ayat 1 huruf a)
– Saat meminta SP2HP bawa serta surat Laporan Polisi (yang didapat saat pertama melapor di SPKT)
– Korban berhak mendapat SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan), SPDP akan dikirimkan Polisi ke Jaksa Penuntut Umum, Pelapor/Korban dan Pelapor dalam waktu 7 hari setelah terbit Surat Penyidikan (Peraturan Kapolri No.6 Tahun 2019 pasal 1 angka 16).
(BRH)