ARCOM-MEDIA, Sumedang. Ketua DPW Dukung Ganjar Pranowo Presiden RI Kedelapan (DGP8) Provinsi Jawa Barat, Eka Santosa, Perwakilan Keluarga Besar Solihin GP, Satria Kamal atau biasa disapa Kang Mamay, Yayasan Siliwangi Bakti Nyata, dan Hejo Solihin GP Center, menyambangi masyarakat Sumedang, Senin, (5/2/2024), di Gedung Kesenian Geo Theater Rancakalong Kabupaten Sumedang, jalan Lebak Tulang Sabagi, Kecamatan Rancakalong Sumedang.
Kehadiran Eka Santosa dan Kang Mamay ke Sumedang di acara Komitmen Bersama Tokoh Masyarakat Budaya Jawa Barat dan Relawan Bersatu bertajuk, “Mewujudkan kemenangan Ganjar-Mahfud dalam Pilpres 2024 Demi Masa Depan Indonesia”, adalah membacakan pernyataan sikap Masyarakat Budaya Jawa Barat, sekaligus peresmian Posko Gerakan Rakyat.
Ketua DPW Dukung Ganjar Pranowo Presiden RI Kedelapan (DGP8) Provinsi Jawa Barat, Eka Santosa dalam sambutannya mengucapkan terima kasih kepada Keluarga Besar Solihin GP, dan Satria Kamal atau biasa disapa Kang Mamay yang turut serta mendukung secara moril dan penguatan sehingga acara terselenggara.
“Terima kasih juga untuk para kasepuhan dan masyarakat adat yang datang ke Sumedang dari Ciamis Kampung Kuta, Geger Sunten, Tasikmalaya, Garut, Kampung Kulo, Kampung Naga, Kampung Dukuh, Cikondang, dan Cianjur, serta Ketua DGP8 Kabupaten Sumedang, dan tokoh-tokoh masyarakat Rancakalong, Sumedang,” kata Eka Santosa, “Terima kasih atas kehebatan kearifan lokal menyambut kami dengan Tarawangsa, dan Pencak Silat,” ujarnya.
Eka Santosa menjelaskan, acara pokok kali ini adalah pembacaan deklarasi budayawan Jawa Barat menyikapi situasi dan kondisi saat ini, khususnya di wilayah Sumedang, Majalengka, dan Subang.
“Acara kedua adalah peresmian Posko Gerakan Rakyat yang merupakan mata rantai dari kegiatan-kegiatan selama ini dari seluruh komponen pendukung pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD di Provinsi Jawa Barat,” kata Eka Santosa.
“Secara khusus kali ini mengapa kita mengadakan acara deklarasi di Sumedang dan harus diucapkan dan harus digaungkan, karena kita sudah beberapa kali menjalani proses pemilihan Presiden yang disepakati sejak era reformasi, dan hampir kelima kalinya pemilihan Presiden sejak Megawati di tahun 2004,” ungkap Eka Santosa.
Eka Santosa mengungkapkan, pada tahun 2004 walaupun Megawati kalah tetap pemilunya jalan, dan pada tahun 2009 pemilu jalan juga yang pada waktu Presidennya dipilih secara langsung oleh rakyat.
“Alhamdulillah pada tahun 2014 kita mengantarkan Joko Widodo menjadi Presiden RI, dan pada tahun 2019 kita mengantarkan kembali Joko Widodo menjadi Presiden RI, jadi sudah empat kali Pilpres, sekarang kita semua mengikuti Pemilu 2024, tetapi Pemilu tahun 2024 ada perasaan yang berbeda, kalau pemilu lalu adem-adem saja, tidak ada masalah, kalah menang biasa,” ujar Eka Santosa.
Eka Santosa mengungkapkan, Pemilu 2024 ada istilah Presiden cawe-cawe, atau artinya ikut-ikutan, padahal menurutnya, Pemilu dahulu tidak ada Presiden ikut-ikutan, bahkan Pemilu 2024 ada istilah salah satu Calon Wakil Presiden disebut anak haram konstitusi, karena prosesnya tidak sesuai konstitusi, atau aturan ditabrak.
“Begitu pula dengan pelaksanaannya, padahal dalam pelaksanaan diatur Undang-Undang, ada peran Pemerintah, peran aparat yang harus netral, ada peran penyelenggara pemilu yang disebut KPU dan Bawaslu sebagai pengawasnya, dan ada peran rakyat, semua itu memiliki peran masing-masing,” tegas Eka Santosa.
Eka Santosa mengatakan, masyarakat pernah mendengar Presiden Joko Widodo satu tahun ke belakang mengatakan bahwa dimohon dan diinstruksikan ASN harus netral, Presiden, Gubernur, Bupati, Camat, Kepala Desa, harus netral, “Namun kita lihat kemarin berbeda cerita, Presiden boleh kampanye, padahal dahulu jika kampanye harus berhenti dari jabatan,” ujarnya.
Lebih lanjut Eka Santosa mengungkapkan, saat ini ada jagoan mengaku-ngaku dari Subang dan Sumedang, “Kita merasa terganggu, jagoan tersebut mengklaim merupakan wakil rakyat dari Sumedang, Majalengka dan Subang.
“Orang tersebut pernah dua periode menjadi anggota DPR RI, dan orang tersebut menyatakan ada pernyataan Bupati Subang mengikuti orang tersebut, dia juga mengatakan ada kelompok pemuda mengikuti jejak dia, tapi saya merasa orang tersebut berlebihan,” tegas Eka Santosa.
“Maka kita harus bangun dan melawan jagoan yang mengaku mewakili masyarakat Sumedang, Majalengka, dan Subang, bahkan kemarin dia sudah datang lagi, maka saya bertanya apakah kita rela Sumedang sebagai pusat budaya Sunda yang juga disebut Sumedang Larang yang memiliki kearifan lokal yang luar biasa diacak-acak oleh orang tersebut dengan joget gemoynya,” ujar Eka Santosa.
“Apakah kita rela Sumedang, Subang dan Majalengka diacak-acak oleh orang yang mengaku paling Majalengka, maka oleh sebab itu kita semua harus bangun dan bersatu dan menentukan sikap terhadap orang tersebut,” tegas Eka Santosa.
Eka Santosa menambahkan, Sumedang adalah tanah Sunda yang berada di wilayah Jawa Barat, maka dipakai ajang kepentingan, “Ada 90 orang lebih Anggota Dewan, namun orang Sundanya bisa dihitung dengan jari, dan ternyata kita mendapat kecelakaan diwakili orang yang mengaku mewakili Sumedang, Subang dan Majalengka selama dua periode, memangnya orang tersebut punya jasa apa dan bikin apa untuk orang Sumedang, memberi apa ke orang Majalengka, dan bahkan sekarang orang tersebut semakin ugal-ugalan,” ujarnya.
Eka Santosa menjelaskan maksud pihaknya datang ke Sumedang dan didorong keluarga besar Solihin GP adalah untuk membangunkan rasa, “Tanah Sunda jangan diberikan, kepada orang yang tidak mengerti dan tidak memiliki darah Sunda,” tegasnya.
Maka menurut Eka Santosa saat ini adalah momentum untuk mengajukan diri, “Ini semua terjadi akibat kita masing-masing, jalan sendiri-sendiri, dan tidak kompak, jadi orang tersebut akhirnya masuk ke Sumedang, tapi kalau kita bersatu baik para olot dan masyarakat adat maka lemah cai kita terjaga,” ujarnya.
Lebih lanjut Eka Santosa mengungkapkan, sepertinya pada 14 Februari 2024 bisa saja Ganjar Pranowo dan Mahfud MD tidak mencapai 50 persen, dan pihak lawan juga tidak mencapai 50 persen.
“Berarti kita semua harus menyiapkan tenaga lagi, dan mengatur nafas, namun dalam Pemilu 2024 kita tidak gentar dan tidak takutz walaupun yang kita lawan memiliki kekuasaan dan ingin keluarganya berkuasa, namun yang berat Pemilu hari ini kita melawan penguasa, padahal dulunya kita usung menjadi Presiden,” ujarnya.
Eka Santosa mengungkapkan, masyarakat harus sadar Ganjar Pranowo dan Mahfud MD bukan bersaing dengan pasangan Calon Presidan dan Wakil Presiden nomor satu dan dua, tapi bersaing dengan penguasa yang menggunakan kekuasaannya, “Maka ini pentingnya Posko-Posko Gerakan Rakyat, karena yang sebenarnya yang berkuasa adalah rakyat,” ujarnya.
Maka Eka Santosa mengatakan, beberapa waktu lalu Megawati berpidato di Gelora Bung Karno, dan mengatakan bahwa tentara dan polisi jangan melukai rakyat, karena rakyat yang mempunyai kedaulatan, “Jadi jangan takut karena hak kita dalam pelaksanaan Pemilu, dan rakyat yang memiliki kedaulatan,” tegasnya.
Lebih lanjut Eka Santosa mengungkapkan, saat ini bisa berkumpul saja sudah syukur Alhamdulillah, karena menurutnya pihaknya dihambat oleh yang berkuasa, padahal banyak yang akan menyumbang dalam kegiatan komitmen bersama.
Eka Santosa mengungkapkan, Presiden Joko Widodo pada 2019 pernah berpidato bahwa jangan memilih pemimpin yang bermasalah, jangan memilih pemimpin yang memiliki catatan melanggar HAM, dan jangan memilih pemimpin yang memiliki urusan korupsi, “Namun mengapa sekarang mereka bersatu,” ujarnya, “Kalau kita memberikan kesempatan kepada mereka untuk menang, maka kita dalam bahaya, dan masa depan anak cucu kita terancam,” tegasnya.
“Maka kita harus punya sikap, harus menguatkan hati, bahwa memilih Ganjar Pranowo dan Mahfud MD sebagai Presiden dan Wakil Presiden dapat meyelamatkan Indonesia dan meyelamatkan anak cucu kita, maka kalau kita salah memilih pemimpin, maka anak cucu kita akan susah hidupnya,” tegas Eka Santosa.
Maka menurut Eka Santosa, kegiatan saat ini adalah momentum, sehingga jangan lengah, “Kita harus menetapkan keyakinan, hujan angin jangan jadi penghalang, kita harus berjuang menegakkan Pemimpin yang dapat dipercaya yakni Ganjar Pranowo dan Mahfud MD,” tegasnya.
Lebih lanjut Eka Santosa mengatakan, benteng terakhir adalah masyarakat adat, “Kita lahir bukan dari proses perjuangan politik dan dari partai-partai, tapi kita lahir dari peradaban budaya, karana yang konsisten menjalankan budaya lokal adalah masyarakat adat, jadi masyarakat adat adalah akar budaya bangsa dan tidak boleh hilang,” tegas Eka Santosa.
“Insha Allah, apabila Ganjar Pranowo jadi Presiden dan Mahfud MD menjadi Wakil Presiden, maka perjuangan dan eksistensi masyarakat adat akan diperjuangkan dan menjadi prioritas,” pungkasnya.
Berikut isi pernyataan sikap Masyarakat Budaya Jawa Barat
1. Dengan penuh kebanggaan terhadap warisan budaya yang kaya, kami masyarakat budaya Jawa Barat menyatakan komitmen kami untuk turut berkontribusi dalam membangun tatanan politik yang adil dan bermartabat sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila sebagai dasar negara.
2. Kami bersumpah untuk terus membangun kesadaran politik di kalangan masyarakat agar tetap pemilihan kepemimpinan tercermin dari aspirasi dan kepentingan bersama, gotong royong, kebersamaan, dan toleransi yang telah menjadi ciri khas budaya Jawa Barat akan kami pertahankan sebagai landasan dalam membangun politik yang berpihak pada keadilan dan kesejahteraan rakyat
3. Dengan semangat persatuan, kami masyarakat budaya Jawa Barat siap berkontribusi secara positif dalam perencanaan politik bangsa ini, kami percaya bahwa melalui partisipasi aktif dan memilih pemimpin yang memiliki integritas, intelektualitas, dan bersih dari praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme, agar dapat membentuk masa depan yang lebih baik untuk diwariskan kepada anak cucu kita di masa yang akan datang.
4. Sebagai masyarakat budaya Jawa Barat, kami menolak dengan tegas kehadiran politikus yang mengkhianati amanat rakyat bermental pengkhianat, dan calon pemimpin yang tidak memegang teguh prinsip-prinsip konstitusi serta demokrasi yang telah disepakati bersama.
5. Kami menhimbau dan mengajak masyarakat Jawa Barat khususnya yang berada di wilayah Kabupaten Sumedang, Kabupaten Subang, dan Kabupaten Majalengka untuk tidak terpengaruh oleh aspirasi dan pola adu domba yang dilakukan seorang politisi yang bukan putra Jawa Barat, yang selama ini telah melakukan ekaploitasi masyarakat untuk kepentingan dirinya, dan saat ini telah melakukan politik adu domba di masyarakat, padahal yang bersangkutan tidak memberikan kontribusi dan jasa yang bermanfaat untuk masyarakat Sumedang.
(RED)